The fog has lifted

Kabut. Ya, aku mendeskripsikanmu seperti kabut. Dingin, namun tidak membuatku basah kuyup. Buram, tapi tidak membutakan mataku. Tak berwujud, namun masih bisa merasakan hadirmu.
Aku tidak pernah tau, perjalanan ini membuatku semakin mencintai kabut. Terlalu banyak yang aku pelajari dari kabut. Terutama tentang kehidupan ini, tentang siapa aku sebenarnya.

Tidak jarang aku terkilir bahkan terjatuh karena kabut membuat pandanganku buram. Ah tidak, aku tidak menyalahkanmu, kabut. Ini salahku. Aku terlalu ceroboh dalam mengambil langkah. Sifat menyalahkan dirisendiri-ku ini masih belum hilang,kabut. Karenamu, aku belajar untuk percaya dan fokus terhadap langkah yang aku ambil meskipun aku tidak tahu apa yang akan terjadi di setiap langkah yang diambil.

Aku sangat menikmati langkah demi langkah yang aku lewati bersamamu. Aku telah terhanyut dalam butir-butir embun. Aku mencintai saat dingin menusuk kulit.

Meskipun begitu, seharusnya aku sadar. Ada hujan yang selalu mencintai kabut. Dan aku? Aku hanya bagian kecil yang tersesat dalam duniamu.

Aku harus keluar dari zona ini. aku akan membiarkan fajar muncul. Cahayanya akan menuntunku untuk keluar. Satu hal yang membuat aku yakin untuk meninggalkan dan menghentikan perasaan ini untukmu. Yah, garis itu. Garis takdir yang menunjukan bahwa hujan akan selalu bersamamu.

Terimakasih kabut. Dinginmu, burammu, dan sifat tak berwujudmu akan selalu aku rasakan. Aku tidak akan memaksa Tuhan untuk mengabulkan doa-ku untuk terus menikmati hadirmu. Mengenalmu sebagai salah satu ciptaan Tuhan yang terindah, sudah lebih dari cukup.

Senang bekerja-sama denganmu, kabut. 

Comments

Popular posts from this blog

Penggunaan Bahasa Indonesia Secara Baik dan Benar

Algoritma Greedy

Kepemimpinan