Serpihan Harapan


Di suatu perumahan, terdapat suatu rumah yang sederhana. Di tempat tinggal oleh sepasang suami isteri dan seorang anak. Keluarga ini terkenal akan kebaikan dan kepeduliannya terhadap segala acara yang diadakan di perumahan itu. sang suami bernama Santoso, sang isteri yang bernama Jamilah, dan seorang anak lelaki yang bernama Surya. Santoso bekerja sebagai Pegawai Negeri sipil, Jamilah hanya sebagai ibu rumah tanggga, dan Surya yang kini duduk di bangku SMA Luar biasa.

Surya seorang anak berumur 18 tahun yang terlahir dengan keterbatasan mental atau lebih sering dibilang idiot. Namun sang ayah dan ibu tidak pernah menyesali mempunyai anak seperti Surya karena dia anak yang sangat luar biasa walaupun keterbatasan mental.

Suatu hari, Surya jenuh karena dia meninggalkan rumah hanya pergi kesekolah saja. Surya bertekad keluar rumah, dan saat itu sang ayah sedang bekerja dan ibu tidur dikamarnya.


Jam menunjukan pukul 2 siang. Surya keluar rumah tanpa sepengetahuan sang ibu. Surya mengelilingi komplek rumahnya, tempat yang jauh dari rumahnya, dia melihat sebuah rumah yang sangat besar dan bagus. Surya melihat rumah itu dari luar pagar tanpa masuk kedalamnya. Dia melihat secara detail, dan bertekad dalam hatinya “Ketika sudah besar nanti, Aku akan membelikan rumah seperti ini untuk Ibu..”

Lama Surya melihat rumah itu, tiba-tiba dari dalam rumah itu seseorang berteriak “Maliing.. Maliing..!” semua orang di daerah itu langsung keluar dan menghajar Surya.

Surya yang saat itu tidak tahu apa-apa, dihajar oleh penduduk komplek itu. Surya hanya bisa berteriak “Ah pergiii.. pergii..!” Para penduduk terus menghajarnya. Orang yang mempunyai rumah besar itu keluar sambil memegang gebok besi untuk pagar , orang itu berkata “anak ini terus melihat rumah saya, pasti dia maling!” sambil memukul Surya dengan gembok besi itu terus menerus.

Surya hanya bisa menangis ketika dia dihajar oleh penduduk, ketika dia memegang kepalanya ternyata darahnya keluar. Seluruh tubuhnya sakit, kepalanya berdarah akibat terpukul oleh gembok besi. Orang-orang terus menghajar Surya tanpa mau mendengarkannya.

Surya lari secepat mungkin, menghindar dari kerumunan orang yang menghajarnya, namun orang yang mempunyai rumah besar itu berteriak “Lihat dia kabur, dia benar-benar maling!”. Orang-orang mengejar Surya, dan Surya terus berlari menuju rumahnya.

Di depan rumahnya, ayah Surya memparkirkan motornya dan ibunya menyambut dari depan pintu. “Ayaahh.. orang-orang itu memukulku..” kata Surya berteriak. Orang-orang itu datang, surya bersembunyi di belakang tubuh ayahnya. “Pak dia itu maling” kata orang-orang. “ini anak saya! anak saya bukan maling” kata Santoso. Jamilah membawa Surya masuk kedalam rumah, namun ketika akan masuk kedalam, Surya jatuh tidak sadarkan diri. Jamilah langsung menelpon rumah sakit. Santoso mengurusi orang-orang itu.

Tidak menunggu lama mobil ambulan datang dan membawa Surya dan Ibunya kerumah sakit. Jamilah khawatir akan anaknya.

Santoso yang saat itu berbicara dengan orang-orang itu dan meminta bukti pencurian, orang yang mempunyai rumah besar itu tidak bisa menjawab apa-apa. Surya dikatakan tidak bersalah.

Santoso langsung mengendarai motor dan ke rumah sakit, sampai di tempat anaknya diperiksa, ternyata Surya mengalami pendarahan yang cukup parah.

Dihadapan Santoso dan Jamilah, Surya berkata “Ibu, ayah, aku cinta kalian. Jika aku sudah besar nanti , aku akan membelikan rumah besar seperti yang aku lihat.”

Namun tidak lama, Surya menghelakan nafas terakhirnya dan berkata “aku bukan maling bu,”


Sang ibu menangis histeris ketika anak satu-satunya meninggal dunia. Sang ayah tidak bisa tinggal diam, dan menuntut kepada orang-orang karena terjadi pembunuhan.

Comments

Popular posts from this blog

Penggunaan Bahasa Indonesia Secara Baik dan Benar

Algoritma Greedy

Kepemimpinan